DUNIA WISATA UNTUK PARA TRAVELER

Wisata Yang Wajib Anda Kunjungi di Kabupaten Kaur - Bengkulu, Indonesia

1. Pantai Way Hawang    Photo by jalanjalankita.com   Lokasi: Way Hawang, Maje, Way Hawang, Kaur, Kabupaten Kaur, Bengkulu 2. Pantai Li...

Rabu, 25 Oktober 2017

Hampir 40 persen atau sekitar 200 ribu unit rumah subsidi tidak layak huni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski pemerintah terus menggenjot realisasi program nasional sejuta rumah, rupanya pembangunan rumah-rumah tersebut tak diikuti dengan kualitas yang baik.
Terutama, rumah subsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Berdasarkan data Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan per 10 Agustus 2017, realisasi penyaluran rumah subsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) mencapai 504.079 unit.
Dari jumlah tersebut, berdasarkan temuan Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR hampir 40 persen diantaranya atau sekitar 200 ribu unit rumah tidak layak huni.
"Ada temuan bahwa banyak rumah yang tidak dihuni, cukup besar memang, 30 persen sampai 40 persen. Dan ketika diwawancara penghuninya, kenapa tidak dihuni karena rumahnya tidak layak untuk dihuni," kata Dirjen Pembiayaan Perumahan Lana Winayanti di Jakarta, Senin (21/8/2017).
Lana menuturkan, sejak awal tujuan pemerintah dalam melaksanakan program sejuta rumah, tak hanya sekedar menyediakan hunian yang terjangkau tetapi juga layak huni.
Kendati Presiden Joko Widodo dalam sejumlah kesempatan menyatakan sudah cukup puas atas realisasi program sejuta rumah, namun Menteri PUPR Basuki Hadimuljono terus menekankan kepada pengembang untuk terus meningkatkan kualitas perumahan subsidi.
"Seperti jalan lingkungan, air bersih, sanitasi listrik seringkali enggak dapat perhatian," kata dia.
Lana mengaku, tidak sedikit konsumen rumah subsidi tidak mengetahui kualitas rumah subsidi yang hendak dibelinya.
Karena itu, Kementerian PUPR akan mensosialisaikan kepada masyarakat, bahwa ada standar yang harus dipenuhi pengembang dalam menyediakan rumah subsidi.
Standar tersebut mulai dari struktu konstruksi, lantai, dinding, hingga material yang digunakan untuk membangun rumah subsidi.
"Kenapa kualitas bahan bangunan begitu rendah? Mungkin terkait kualitas pekerjanya atau material konstruksinya," kata dia.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di Kompas.com, dengan judul: 40 Persen Rumah Subsidi Tidak Layak Huni

Petugas Survey Rumah Subsidi Yang Seenaknya Catat Rumah Yang Belum Dihuni Tanpa Nanya Tetangga Atau RT

Tinggal di Perumahan Subsidi tepatnya di Setu Kab. Bekasi, yang baru dibangun tahun 2015-2016. Tetapi beberapa bulan ini pemerintah ingin tahu rumah subsidi yang sudah dibangun harus ditempati.
Sejak bulan Januari Tahun 2017 sudah menempati rumah. Namun sebelum ditempati, rumah subsidi ini, belum layak ditempati, karena sejak selesai dibangun belum tersedia air bersih yang dijanjikan sumur bor dan septiktank. Tapi pada kenyataannya Sumur bor belum ada, Septictank untuk WC belum dibangun. Sehingga masyarakat berpikir bagaimana langsung ditempati kalo seperti itu kenyataannya.
Pada akhirnya keluar dana lagi untuk perbaiki saluran pipa WC dan gali tanah untuk Septictank, serta membuat sumur bor sendiri. Untuk semua itu butuh dana, sehingga harus berhutang dulu. Wajar saja banyak orang komplen ke pengembang "bagaimana ini untuk ditempati?". Pengembang hanya jawab "Emang begitu Standarnya".
Aneh sebenarnya jawaban itu, dan tidak bisa dipertanggung jawabkan, Orang Pengembang juga tidak pernah ada yang stanby untuk menjelaskan semua itu, yang ditarok di Kantor Marketing hanya orang marketing tidak tahu bangunan itu standarnya seperti apa, yang mereka pikirkan terjual.
Nah Sekarang pemerintah melalui kementerian PUPR Perumahan Rakyat, survey bersama Bank BTN sebagai pihak yang mengeluarkan KPR.
Distu orang kecewa dari tim survey yang kelapangan, bagaimana tidak pihak survey hanya mencatat rumah yang tidak ada orangnya pada hari itu. Saya sendiri hampir dicatat oleh orang survey ini. Ceritanya tetangga saya sedikit curiga "kok ada orang mondar mandir disisni, mau apa dan cari apa dia mondar manadir.
Tetangga saya penasaran sama orang mondar mandir itu " Pak mau cari siapa atau mau kemana kok keliatanya bingung?"
Orang ini jawab "Saya ditugasi untuk survey rumah subsidi disini yang belum ditempati" Lanjut orang tersebut menyatat rumah yang sepi terkunci.
Tetangga saya nanya "rumah didepan ini kamu catat?" kebetulan rumah saya didepan tetangga saya itu.
Orang survey itu menyatakan Iya, "emang dia nempati rumahnya?"
Tetangga saya bilang "Dia udah menenpati sejak Januari 2017 kemaren, sekarang dia kerja  lagi di luar kota, dia pulang hari Sabtu dan Minggu atau jika hari libur dia pulang, Istrinya juga lagi pulang kampung, kadang dia berangkat kerja dari sini"
Orang Survey "Masa sih dia tempatin"
Tetangga saya bilang "makanya yang tahu ditempati atau tidak rumah disni tanya dulu sama tetangganya atau Rt, jangan asal catat karena tidak ada orangnya."
Lalu orang itu hapus catatannya, akhirnya orang tersebut ketempat lain.
Kasiannya lagi sebelahnya tetangga saya, baru dibenarin WC dan sumur bornya agar bisa ditempati oleh dia, namun sudah dicatat oleh tim survey ini seenaknya. Karena dia butuh dana pastinya untuk menempati rumah tersebut. Ini sangat merugikan masyarakat kecil yang butuh dana untuk perbaiki sarana air bersih dan tempat buang air besar agar bisa ditempati, itu Pemerintah harus pikirkan.
Nah disini peristiwa tim survey kelapangan hanya melihat kondisi rumah sepi karena orangnya kerja bukanya harus ditanya dulu sama RT setempat atau tetangganya. Apa itu dibenarkan dengan mencatat karena sepi tidak ada orangnya, kecuali rumah tersebut tidak terawat banyak ditumbuhi rumput yang tebal dan kotor, mungkin bisa saja belum ditempati dan sebaiknya ditanyakan ke RT setempat. Saya sendiri sudah tahu bakalan ada yang akan survey, karena pihak Bank BTN sudah kirim pemberitahuan melalui sms. Namun saya tidak bisa pulang karena ada pekerjaan dari tempat saya bekerja. Saya kadang pulang kalau kerjanya dekat dan hari libur. Saya bekerja di perusahaan Kontraktor sebagai Pion Survey bangunan atau Supervisor bangunan proyek dilapangan, makanya saya banyak tahu standar bangunan layak dihuni itu seperti apa.
Tolong sekali lagi baik pihak pemerintah dan Bank BTN perhatikan dulu rumah subsidi itu sendiri, apakah bangunannya layak ditempati atau tidak yang setelah dibangun oleh pengembang. Rumah saya sendiri dindingnya sudah keropos, campuran plesteran seperti tanah bukannya pasir, sehingga rontok terkelupas berbahaya bagi anak-anak karena berdebu. Banyak warga perumahan ini membongkar semua plesteran sebeleum ditempati. Saya sendiri belum selesai untuk diperbaiki, karena belum ada dana. Hanya baru selesai dapur dan perbaiki WC & Septictanknya serta sumur bor, untuk bangunannya yang udah mulai rusak belum saya benarin.
Saran kepada Pemerintah dan Pihak Bank agar bangunan yang dibangun oleh pengembang ini diawasi, jangan sampai seperti perumahan di Setu Kab. Bekasi. Banyak pihak debitur banyak kecewa dengan bangunannya. Apalagi sekarang pemerintah menyuruh debitur agar segera menempati sementara bangunan rumah subsidi itu sendiri tidak ada air bersih dan septictanknya, kan lucu rumah begitu.
Semoga ini jadi pengalaman kita semua, untuk pak Presiden Republik Indonesia yang kami cintai, tolong perhatikan rakyatmu yang berpenghasilan rendah ini masalah rumah subsidi. 

@2016

Blog ini saya buat untuk tempat saya menulis meski penghasilan sedikit. Karena untuk berkarya bersama memajukan bangsa.